Shalat fardhu –seperti yang telah kita ketahui bersama- merupakan pondasi amal terpenting bagi umat Islam, sehingga ia pun menjadi rukun Islam ke-2 yang setiap harinya wajib ditunaikan oleh umat islam. Perlu diingat, bahwa didalamnya ada salah satu unsur terpenting, yakni niat. Dalam pelaksanaannya, niat pada shalat fardhu harus memenuhi beberapa syarat, seperti yang tertera pada nadhom sebagai berikut:
يَا سَائِلِي عَنْ شُرُوْطِ اْلنِيَّة اْلقَصْد وَاْلتَعْيِيْن وَاْلفَرْضِيَّة
“Wahai orang-orang yang bertanya kepadaku tentang syarat-syarat niat; yaitu menyengaja, menentukan jenis shalat dan menyebutkan lafal fardhu”. Imam al-‘Alamah Ahmad Masyhur bin Thoha al-Haddad juga berkata mengenai syarat-syarat tersebut di dalam kitab السبحة الثمينة sebagai berikut;
يَلْزَمُهُ فِي اْلفَرْضِ جَمْعُ اْلنِيَّة لِلْقَصْدِ وَ اْلتَعْيِيْنِ وَ اْلفَرْضِيَّة
Artinya: “Wajib bagi mushali dalam shalat fardhu, mengumpulkan syarat-syarat niat yaitu menyengaja, menentukan jenis shalat, dan niat fardhiyyah.”
Nadhom-nadhom tersebut menjelaskan bahwa syarat-syarat melaksanakan shalat fardhu adalah sebagai berikut:
- قَصْدُ فِعْلِهَا
Niat dalam shalat fardhu disyaratkan ‘menyengaja melakukan niat shalat tersebut’, maksudnya adalah melakukan niat shalat dengan menggambarkan rukun-rukun shalat pada tempatnya. Contohnya dengan melafalkan أُصَلِّي dalam hati (saya berniat menyengaja melakukan shalat) tujuannya adalah untuk membedakan dari perbuatan-perbuatan lain yang membutuhkan niat ataupun niat selain shalat.
2. تَعْيِيْن
Yang dimaksud dengan ta’yin adalah menentukan sub-jenis dari shalat tersebut, seperti lafal أُصَلِّى فَرْضَ اْلظُهْرِ, lafal الظهر tersebut merupakan bentuk pen-ta’yin-an shalat. Ketika shalat tersebut tidak di-ta’yin, maka akan terjadi kesamaran; apakah yang dikerjakan shalat dhuhur atau ashar. Adapun tujuan dari pen-ta’yin-an adalah untuk membedakan antara satu shalat dengan shalat-shalat yang lain.
3. نِيَّةُ اْلفَرْضِيَّة
Syarat yang ketiga dalam syarat-syarat niat shalat fardhu adalah menyebutkan lafal فرض. Penyebutan lafal ini berada setelah lafal أُصَلِّي. Adapun tujuan penyebutan lafal tersebut adalah untuk membedakannya dari shalat sunah. Sedangkan bagi anak-anak, tidak wajib melafalkan lafal فرض.
Pendapat ini dinilai sebagai pendapat yang mu’tamad, dengan alasan karena shalat yang dilakukan anak-anak hukumnya sunah. Dan karenanya sangatlah tidak mungkin niat shalat sunah menyamai kualitas niat shalat fardhu. demikian, masih terjadi khilaf dalam permasalahan ini; menurut Imam ar-Romly tidak disyaratkan berniat fardhiyyah, sedangkan menurut Imam Ibn Hajar tetap disyaratkan berniat fardhiyyah.
Sedangkan dalam kitab Fathul Alam yang dinukil dari Imam as-Syaubari berpendapat bahwa seorang صَبِي disunahkan untuk berniat fardhiyah, karena agar keluar dari khilaf (perbedaan pendapat antar ulama). Ketiga syarat diatas dapat terkumpul dalam –semisal- ucapan seorang mushali berikut;
أصلّي فرضَ الظهرٍ
Referensi;
Ghoyah al-Muna, I/308. I’anah ath-Tholibin, I/127, Dar al-Ilm.
Tausyeh ‘ala ibn Qosim, I/113, Dar al-Kutub al-Islamiyyah.
Fath al-‘Alam, II/178, Dar Ibn al-Hazm.
Hasyiyah al-Bujairomy ‘ala Khotib, II/157, Dar al-Hadits.
Hasyiah al-Bajury ‘ala Ibn Qosim, I/218, Dar al-Khososoh.
0 Komentar